Rabu, 28 Maret 2012

Kampanye ’’Kaliku, Bandhaku’’

”Mengatasi permasalahan sungai dengan melibatkan semua komponen agar secara aktif ikut melestarikan sungai menjadi pekerjaan rumah”


UNSUR pencemaran sungai, baik berupa limbah industri, rumah tangga, maupun material sedimentasi masih terus terjadi di semua sungai di Indonesia. Ambil saja contoh kasus pencemaran sungai-sungai di wilayah Semarang.  Beberapa pihak, misalnya perusahaan yang memiliki instalasi pengolahan limbah (IPAL), acapkali secara sembunyi-sembunyi membuang langsung limbahnya ke sungai, demi efisiensi dan menekan ongkos produksi.

Di sisi lain, pencemaran dari rumah tangga juga berlanjut. Pemukiman yang terus berkembang di Semarang atas atau daerah tangkapan air, seperti wilayah kota atas, Ungaran, dan daerah dataran tinggi  Kabupaten Kendal. Dampaknya, lumpur yang terbawa ke sungai-sungai di Semarang makin banyak. Sedimentasi tinggi akhirnya membuat kali-kali itu makin menciut.

Mengatasi permasalahan sungai dengan melibatkan semua komponen agar secara aktif ikut melestarikan sungai, menjadi pekerjaan rumah hingga kini belum bisa diselesaikan oleh pemerintah dan pihak yang peduli terhadap lingkungan. Selama ini, banyak upaya telah dilakukan baik lewat regulasi maupun kampanye namun tetap saja pencemaran sungai berlanjut.

Ditilik dari unsur regulasi atau kampanye, ada hal yang kurang, salah satunya hitungan soal imbal jasa lingkungan. Regulasi banyak berbicara mengenai kewajiban perusahaan untuk memiliki IPAL dan mengolah limbah menjadi minim pencemaran sebelum membuangnya ke sungai. Regulasi ini baik, namun masih sebatas mengatur kewajiban pengusaha. Bagaimana dengan keuntungan yang bakal mereka dapatkan jika ikut menjaga kelestarian sungai lewat pemanfaatan IPAL secara maksimal?

Aset Berharga

Menengok kondisi tersebut, patut kiranya dicanangkan kampanye baru ’’Kaliku, Bandhaku’’, yang artinya sungaiku adalah hartaku yang berharga.
Tentu saja hal ini tidak hanya sebatas slogan kosong tetapi didukung regulasi tentang imbal jasa lingkungan. Semisal rumah tangga dekat bantaran sungai mendapat potongan tarif penggunaan air PDAM jika ikut melestarikan sungai. Jika itu menyangkut perusahaan, akan mendapat potongan pajak jika memfungsikan IPAL secara maksimal.      

Dengan kampanye ”Kaliku, Bandaku” dan regulasi pendukungnya, tentu stakeholder yang berkait dengan pemanfaatan sungai, seperti warga dan perusahaan benar-benar merasakan dampak langsung atas pelestarian sungai. Daerah penyangga pun mendapat manfaat berupa kompensasi imbal jasa lingkungan jika tetap melestarikan dan merehabilitasi daerah tangkapan air.

Bagaimana dengan keuntungan pemerintah, dalam hal Pemkot Semarang? Tentu saja, jika kampanye itu berhasil, kebutuhan air baku untuk air minum tercukupi. Sebab, air sungai yang mengalir di Kota Semarang mudah diolah menjadi air minum dengan biaya lebih murah. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal dapat menjangkau pelanggan yang lebih banyak dengan ongkos produksi lebih murah. Hal ini akan mendatangkan keuntungan yang signifikan. Konflik pengelolaan sungai juga berkurang.

Terlebih saat ini Pemkot menggalakkan penggunaan layanan PDAM bagi perusahaan besar, termasuk hotel, restoran, dan industri yang notabene butuh banyak air. Jika kampanye dan regulasi ini dijalankan, Semarang menjadi contoh pengelolaan sungai dalam skala lebih luas. Jika tidak dimulai sekarang, kapan lagi sungai benar-benar lestari dan bisa menjadi bandha (harta berharga) bagi Semarang.

dimuat di Suara Merdeka, 3 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar